A review: Lahn Mah

Nispirea

--

How to makes millions before grandma dies

Sempat pesimis film ini akan turun dari premier setelah beberapa hari launching, mengingat gaya film ini yang menurutku bukan selera tontonan masyarakat Indonesia. Pada awal penayangannya, di Bandung hanya ada satu bioskop yang menayangkan film hangat ini; Festival Citylink, tapi hanya butuh beberapa hari, bioskop lainnya turut serta: TSM, Braga, bahkan sekarang ada di Jatos dan terhitung hingga hari ini Lahn Ma (how to makes million before grandma dies) sudah menembus lebih dari 1.1 juta penonton, dan aku termasuk ke dalamnya.

Aku senang betul karena ternyata film yang hangat ini bisa diterima dengan hangat pula oleh masyarakat Indonesia (awalnya cukup skeptis). Menurutku, instead of film-film horor base on true story yang mengangkat ke-magisan dan mitos-mitos yang melekat di kalangan masyarakat, film bertema keluarga yang mampu mengajak penonton untuk turut menghargai, merayakan, dan mengenang kasih sayang keluarga ini lah yang dibutuhkan oleh kita, sebagai penduduk negara dengan 516.334 kasus perceraian keluarga yang angka dan statistiknya semakin meningkat setiap tahun, Kita butuh film yang bukan hanya menyajikan hiburan tapi juga mendidik dan mengajak.

How to make millions before grandma dies, dari judulnya saja kita sudah bisa menebak plotnya dan akan dibawa ke mana film ini. Plot sederhana serta mainstream tentang anak cucu yang mengharapkan sebuah warisan dari orang tuanya.

Tidak ada yang megah dari film yang belatar utama di Talat phlu ini, Amah merupakan seorang Sino-Thai yang menyambung kehidupannya dengan berjualan Jok (bubur) sejak ditinggalkan oleh suaminya.

Diceritakan melalui sudut pandang M, cucu Amah. Lahn mah (judul asli) itu sendiri artinya adalah “cucu nenek” jadi wajar saja jika film ini lebih banyak menangkap interaksi M dan Amah. Sebutlah M ini adalah cucu kesayangan Amah, hal itu ditunjukkan secara tidak langsung dalam beberapa potongan di film ini, seperti buah delima yang tidak diberikan pada siapapun karena sejak kecil M memintanya secara khusus dan Amah melarang orang lain memakannya (permintaan yang bahkan M sendiri pun tak ingat).

M adalah seorang game caster yang rela meninggalkan pekerjaannya dan memilih untuk merawat neneknya yang terkena kanker, namun belakangan diketahui bahwa perilaku M ini bukan berasal dari ketulusan, melainkan didorong oleh keinginan untuk mendapatkan warisan Amah. Di pertengahan film, konflik lain datang ketika M mengetahui ternyata ia bukan satu satunya yang mengincar warisan Amah, melainkan paman pamannya juga, sehingga mengharuskan M berada di posisi dan kompetisi yang pelik untuk menjadi nomor satu di hati Amah.

Dalam film diceritakan sekilas tentang kisah cinta Amah bersama Agoong (kakek) yang sederhana dan manis, di sisa sisa umur Amah, Agoong disebut sebut seringkali menemuinya di dalam mimpi. Salah satu pesan Agoong sebelum kepergiannya adalah menjaga ketiga anak mereka: Kiang, Chew, dan Soei, aku berhipotesis bahwa itulah awal mula Amah berjualan bubur (Jok) untuk menyambung kehidupan bersama ketiga anaknya, walaupun perjuangan tersebut kontras dengan kelakuan anak-anaknya setelah dewasa yang hanya berfokus pada warisan setelah dirinya meninggal.

Seiring berjalannya waktu, M cukup menikmati waktu-waktu yang ia habiskan bersama Amah, dari mulai ikut membantu membuat jok, memandikan, hingga bermain kartu bersama, hal ini perlahan lahan merubuhkan keinginannya mendapatkan warisan, dan hanya ketulusan yang tersisa darinya, ini digambarkan pada keputusan akhir yang ia buat dan menjadi klimaks dari film ini.

❗❗SPOILER ALLERT

Ada scene yang menurutku menarik dari film ini, ketika kondisi tubuh Amah kian memburuk dan kemo terapi sudah tak begitu membantu, diketahui saat itu Amah memberikan rumahnya kepada soei (anak bungsunya) yang pemabuk, dan terlilit hutang. Kecewa, M kemudian mengutarakannya sambil mendorong kursi roda Amah:

“Amah akan menyesal karena menyayangi orang yang salah”

“Setelah kepergianku, Soei tak akan bisa mengurus dirinya sendiri”

“Sikap Amah yang seperti inilah yang membentuknya menjadi pecundang”

Ada dua alasan yang bikin aku banjir air mata di bagian ini, M yang sudah sampai pada puncak ketulusannya dalam menyayangi Amah, aku yakin M bukan kecewa karena tidak mendapatkan bagian apapun dari warisan tersebut akan tetapi dia kecewa karena Amah terus menerus memanjakan anaknya, bahkan hingga detik detik terakhir kehidupannya.

Poin kedua, kasih sayang ibu kepada anaknya yang betulan tak terhingga sepanjang masa, betapa seorang anak akan selalu jadi anak kecil di kacamata ibunya, Amah memikirkan kehidupan anaknya bahkan setelah kematiannya.

Kasih sayang selalu terdengar sebagai kalimat yang manis dan sarat akan kebaikan, tapi beberapa kasih sayang justru menjerumuskan, dalam berkehidupan, kita harus pandai memilih dan memilah, termasuk jenis kasih dan sayang yang kita bagikan.

Selain itu, Soei adalah jenis anak yang seringkali kita temui dalam kehidupan keluarga masyarakat Indonesia, dari empat anak, misalnya, akan selalu ada satu yang seperti Soei ini (setidaknya yang aku temui), tidak bisa mengurusi hidupnya sendiri dan bergantung kepada orang tuanya bahkan hingga dewasa. How to handle it? Bagaimana caranya agar tidak menjadi Soei dalam keluarga kita sendiri? Salah satu refleksi yang aku dapatkan setelah menonton film ini.

Anak laki-laki dapat harta, anak perempuan dapat kanker

Lahn mah juga mengangkat isu penting (aku yakin bukan hanya di Thailand) yang sedang sama sama kita perjuangkan, bagaimana anak perempuan selalu mendapatkan perlakuan berbeda dari orang tua mereka. Anak lelaki selalu di nomor satukan, hal ini terjadi pada ibu M, Chew yang tidak diwarisi apa-apa selain kanker yang sifatnya genetik.

Tapi di akhir film aku cukup dihanyutkan dengan kalimat Amah kepada Chew:

“M selalu memaksaku memilih siapa yang nomor satu di hatiku, aku tak pernah memikirkan siapa yang nomor satu, tapi aku sangat ingin tinggal dan menghabiskan masa tuaku bersamamu”

--

--

No responses yet

Write a response